Jumat, 31 Agustus 2012

Jejak yang tertinggal

Saat masih aktif di pecinta alam, saya senang meninggalkan jejak berupa tulisan, "Gaw pernah berdiri disini", menancapkan bendera atau apa pun untuk memberitahu kepada pendaki sesudah saya bahwa saya pernah singgah di tempat itu sebelumnya. Atau sekiranya saya kembali ke gunung itu ingin sekali saya mencari jejak yang dulu saya tinggalkan, senanglah saya mengetahui tanda itu masih ada. Pun jika sudah hilang saya pun bergegas membuat tanda atau jejak baru.

Tidak hanya di puncak atau perjalanan mendaki, bahkan dinding kereta, bis dan kapal laut yang saya tumpangi pun saya sempatkan untuk sekadar mencoretkan nama saya, bahwa saya pernah menumpang angkutan itu. Saya pun pernah berniat untuk menulis nama saya di dinding pesawat

Sabtu, 25 Agustus 2012

Aku Heran

“Aku heran pada orang yang yakin akan kematian, tapi ia hidup bersukaria.
Aku heran pada orang yang yakin akan pertanggung jawaban amal perbuatan di akhirat, tapi ia asyik mengumpulkan dan menumpuk kekayaan.
Aku heran pada orang yang yakin akan alam kubur, tapi ia tertawa terbahak-bahak.
Aku heran pada orang yang yakin akan adanya alam akhirat, tapi ia menjalani kehidupan dengan bersantai-santai.
Aku heran pada orang ayanh yakin akan kehancuran dunia, tapi ia menggandrunginya.
Aku heran pada intelektual yang bodoh dalam soal moral.
Aku heran pada orang yang bersuci dengan air, sementara hati juga tetap kotor.
Aku heran pada orang sibuk mencari cacat dan aib orang lain, sementara ia tak sadar terhadap cacat yang ada pada dirinya sendiri.
Aku heran pada orang yang yakin bahwa Allah selalu mengawasi segala perilakunya, tapi ia berbuat durjana.
Aku heran pada orang yang sadar akan kematiannya, kemudian akan tinggal dalam kubur seorang diri, lalu dimintai pertanggungjawaban seluruh amal perbuatanya, tapi berharap belas kasih dari orang lain”.

#Al-Hadis Qudsi

Jumat, 17 Agustus 2012

Bahkan Akhlak Seorang Muslim Yang Baik Sekalipun

Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua?"

Ada Apa Dengan Langit

Beberapa bulan terakhir ini memandangi langit malam menyisakan sedikit kepedihan di hati saya. Saya yang memang senang memperhatikan hal-hal kecil, kali ini semakin “terpikat” oleh keluasan dan kepekatan langit di malam hari.

Ada apa dengan langit? Apalagi langit malam kali ini sungguh pekat, nyaris tidak ada sebuah bintang pun yang memamerkan sinarnya. Apalagi bulan juga bersembunyi, sehingga kegelapan semakin berkuasa. Tapi tetap saja ia begitu besar artinya dalam mengingatkan saya akan keberadaan keluarga, juga mengingatkan saya akan betapa kecilnya saya di hadapan Allah SWT. Bahwa saya begitu tidak berdaya sebagai manusia.

Dengan melihat langit saya bisa menertawakan diri sendiri yang sering kali begitu ambisius sehingga lupa bersyukur. Sering kali sibuk menoleh ke kiri dan ke kanan untuk membandingkan dengan orang lain. Merasa iri pada mereka yang terlihat “lebih”. Betapa apapun yang saya miliki saat ini, yang saya banggakan dan sangat saya cintai, suatu saat harus saya tinggalkan. Dan tidak ada satupun benda duniawi yang akan saya bawa selain selembar kain kafan.

Sering pula saya lupa mensyukuri seteguk air yang bisa membasahi kerongkongan di pagi hari, dan sesuap nasi yang melegakan perut yang keroncongan. Sering begitu sibuk mempertanyakan kenapa saya tidak seperti si anu, kenapa saya tidak bisa begini seperti si ini, dan berbagai kenapa-kenapa lainnya yang takkan pernah terjawab jika hati saya berkeras untuk tidak menerima jawaban yang tersedia. Padahal saya telah tahu jawabannya: Bersyukur!

Saya menatap langit sekali lagi. Cukup untuk hari ini saya menatapnya. Besok, di lain waktu, saya ingin meminta Allah memberi saya sedikit lagi waktu untuk menatap langit. Mengumandangkan zikir dan pujian-pujian kepada-Nya.

Maka hamparan ini suatu saat akan bersaksi
Akan sentuhan kuasa-Mu yang maha bertahta
Bahwa hidup, seperti layar dan lapisan yang membentuknya
Akan kembali pada satu titik, pualam mega.

Sumber : Bayu Gawtama, Bung Rampai (relawan dan inspirator)